Selasa, Februari 27, 2007

Kiyai Kholil & Penubuhan NU

Pernah mendengar, dari sebuah tongkat dan seuntai tasbih lahir "bayi" yang di kemudian hari menjadi "raksasa"? Bagi orang awam, hal itu tampak sebagai sesuatu yang mustahil. Tapi tidak bagi Kiai Cholil.

Siapa Kiai Cholil ? Bagi warga Nahdlatul Ulama (NU), nama ini tentu tak asing. Dialah yang ikut membidani kelahiran "bayi" NU, yang kemudian menjadi "raksasa".

Waktu itu tahun 1924. Di Surabaya ada sebuah kelompok diskusi yang bernama "Tashwirul Afkar (Potret Pemikiran)", yang didirikan oleh seorang kiai muda yang cukup ternama waktu itu, Kiai Abdul Wahab Chasbullah. Kelompok ini lahir dari kepedulian para ulama terhadap berbagai gelojak dan tantangan yang dihadapi umat Islam kala itu, baik mengenai praktik-praktik keagamaan maupun bidang pendidikan dan politik. Pada perkembangannya, peserta kelompok diskusi ingin mendirikan sebuah jam`iyah (organisasi) yang lingkupnya lebih besar ketimbang hanya sebuah kelompok diskusi.

Dalam berbagai kesempatan, Kiai Wahab selalu menyosialisasi ide untuk mendirikan jam`iyah. Tampaknya tidak begitu ada persoalan, kecuali restu dari Kiai Hasyim Asy`ari, seorang kiai yang paling berpengaruh saat itu. Kiai Wahab sudah menyampaikan keinginan untuk mendirikan jam`iyah kepada Kiai Hasyim, gurunya. Namun Kiai Hasyim tidak serta-merta menerima dan merestui ide tersebut. Berbilang hari dan bulan Kiai Hasyim melakukan shalat istikharah untuk memohon petunjuk Allah. Namun petunjuk itu tak kunjung datang.

Sementara itu Kiai Cholil (baca: Kiai Kholil), guru Kiai Hasyim yang juga guru Kiai Wahab, diam-diam mengamati kondisi itu. Ternyata beliau tanggap. Seorang santri yang terhitung masih cucunya sendiri, As`ad (baca: Kiai As`ad Syamsul 'Arifin), dipanggil untuk menghadap.

"Saat ini Kiai Hasyim sedang resah. Antarkan dan berikan tongkat ini kepadanya," kata Kiai Cholil sambil menyerahkan sebuah tongkat.

"Baik, Kiai," jawab As`ad sambil menerima tongkat.

"Bacakan kepada Kiai Hasyim ayat-ayat ini:-
وَمَا تِلْكَ بِيَمِينِكَ يٰمُوسَىٰ *
قَالَ هِيَ عَصَايَ أَتَوَكَّأُ عَلَيْهَا وَأَهُشُّ بِهَا عَلَىٰ غَنَمِي وَلِيَ فِيهَا مَآرِبُ أُخْرَىٰ *
قَالَ أَلْقِهَا يٰمُوسَىٰ *
فَأَلْقَاهَا فَإِذَا هِيَ حَيَّةٌ تَسْعَىٰ *
قَالَ خُذْهَا وَلاَ تَخَفْ سَنُعِيدُهَا سِيَرتَهَا ٱلأُولَىٰ وَٱضْمُمْ يَدَكَ إِلَىٰ جَنَاحِكَ تَخْرُجْ بَيْضَآءَ مِنْ غَيْرِ سُوۤءٍ آيَةً أُخْرَىٰ *
لِنُرِيَكَ مِنْ آيَاتِنَا ٱلْكُبْرَىٰ

"Apakah itu yang ada di tangan kananmu, hai Musa ? Musa berkata,"Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya, dan aku pukul [daun] dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya." Allah berfirman,"Lemparkanlah itu, hai Musa!" Lalu dilemparkannya tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat. Allah berfirman, "Peganglah ia dan jangan takut. Kami akan mengembalikannya kepada keadaan semula, dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu, niscaya ia keluar menjadi putih cemerlang tanpa cacat, sebagai mukjizat yang lain [pula], untuk Kami perlihatkan kepadamu sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang sangat besar (Thaha; 17-23)," pesan Kiai Cholil.

As`ad segera pergi ke Tebuireng, kediaman Kiai Hasyim. Di situlah berdiri pesantren yang diasuh Kiai Hasyim. Mendengar ada utusan Kiai Cholil datang, Kiai Hasyim menduga pasti ada sesuatu. Benar juga.

"Kiai, saya diutus Kiai Cholil untuk mengantarkan dan menyerahkan tongkat ini kepada Kiai," kata As`ad, pemuda berusia sekitar 27 tahun itu, sambil mengulurkan sebuah tongkat. Kiai Hasyim menerimanya dengan penuh perasaan.

"Ada lagi yang harus kau sampaikan?" tanya Kiai Hasyim.

"Ada, Kiai," jawab As`ad. Kemudian ia membacakan ayat yang disampaikan Kiai Cholil.

Mendengar ayat yang dibacakan As`ad, hati Kiai Hasyim tergetar. Matanya menerawang, terbayang wajah Kiai Cholil yang tua dan bijak. Kiai Hasyim menangkap isyarat, gurunya tidak keberatan bila dia dan teman-temannya mendirikan jam`iyah.

Sejak itu, keinginan untuk mendirikan jam`iyah semakin dimatangkan. Hari berganti hari, bulan berganti bulan, setahun telah berlalu. Namun jam`iyah yang diidamkan itu tak kunjung lahir. Sampai pada suatu hari, pemuda As`ad muncul lagi.

"Kiai, saya diutus oleh Kiai Cholil untuk menyampaikan tasbih ini," kata As`ad.

"Kiai juga diminta untuk mengamalkan 'Ya Jabbar - Ya Qahhar' setiap waktu," tambah As`ad.

Sekali lagi, pesan gurunya itu diterima Kiai Hasyim dengan penuh perasaan. Kini hatinya semakin mantap untuk mendirikan jam`iyah. Namun sampai Kiai Cholil berpulang ke rahmatullah tidak lama setelah itu, tepatnya tanggal 29 Ramadhan 1343H, keinginan untuk mendirikan jam`iyah belum juga terwujud.

Baru setahun kemudian, tepatnya 16 Rajab 1344H, "jabang bayi" yang ditunggu-tunggu itu lahir dan diberi nama jam`iyah Nahdlatul Ulama (NU). Di kemudian hari, jabang bayi itu memang menjadi "raksasa".

[ Petikan "Karisma Ulama - Kehidupan Ringkas 26 Tokoh NU"].


Isnin, Februari 26, 2007

Tawassul - Hadhratusy Syaikh

Ikhwah, jika di tanah seberang terutama di Pulau Jawa dan khasnya bagi warga Nahdhiyyin jika disebut Hadhratusy Syaikh maka orang yang dimaksudkan ialah Hadhratusy Syaikh Hasyim Asy`ari rhm. Beliau adalah pendiri Pesantren Tebuireng dan perintis Nahdlatul Ulama (NU), salah satu organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia. Hadhratusy Syaikh dilahirkan di Pondok Nggedang, Jombang, Jawa Timur, pada 10 April 1875 dari keturunan ulama yang secara turun-temurun memimpin pesantren. Ayahnya bernama Kiyai Asy`ari, pemimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. Ibunya bernama Halimah. Dari garis ibu, Kiyai Hasyim Asy`ari merupakan keturunan Raja Brawijaya VI, yang juga dikenal dengan Lembu Peteng, ayah Jaka Tingkir yang menjadi Raja Pajang (keturunan kedelapan dari Jaka Tingkir). Nendanya, Kiyai Ustman terkenal sebagai pemimpin Pesantren Gedang, yang santrinya berasal dari seluruh Jawa, pada akhir abad 19. Dan moyangnya, Kiyai Sihah, adalah pendiri Pesantren Tambakberas di Jombang.

Semenjak kecil hingga berusia empat belas tahun, putra ketiga dari 11 bersaudara ini mendapat pendidikan langsung dari ayah dan nendanya, Kyai Utsman. Hasratnya yang besar untuk menuntut ilmu mendorongnya belajar lebih giat dan rajin. Hasilnya, ia diberi kesempatan oleh ayahnya untuk membantu mengajar di pesantren karena kepandaian yang dimilikinya.

Tak puas dengan ilmu yang diterimanya, semenjak usia 15 tahun, ia berkelana dari satu pesantren ke pesantren lain. Mulai menjadi santri di Pesantren Wonokoyo (Probolinggo), Pesantren Langitan (Tuban), Pesantren Trenggilis (Semarang), dan Pesantren Siwalan, Panji (Sidoarjo). Di pesantren Siwalan ia belajar pada Kiyai Jakub yang kemudian mengambilnya sebagai menantu.

Pada tahun 1892, Hadhratusy Syaikh Hasyim Asy`ari menunaikan ibadah haji dan tinggal di sana untuk menimba ilmu di Makkah. Di sana ia berguru dengan ramai ulama terkemuka antaranya Habib 'Alwi bin 'Abbas al-Maliki, Syaikh Ahmad Khatib, Syaikh Mahfudz at-Tarmisi dan ramai lagi.

Setelah menahun di Tanah Suci, beliau kembali ke Indonesia dan dalam perjalanan pulangnya beliau singgah di Johor, Malaysia dan mengajar di sana. Beliau menjejak kaki semula di bumi Indonesia pada tahun 1899. Hadhratusy Syaikh mendirikan pesantren di Tebuireng yang kelak menjadi pesantren terbesar dan terpenting di Jawa pada abad 20. Sejak tahun 1900. Dalam pesantren itu bukan hanya ilmu agama yang diajarkan, tetapi juga pengetahuan umum. Para santri belajar membaca huruf rumi, menulis dan membaca buku-buku yang berisi pengetahuan umum, berorganisasi, dan berpidato.

Tanggal 31 Januari 1926, bersama dengan tokoh-tokoh Islam tradisional, Hadhratusy Syaikh, setelah mendapat perkenan gurunya Kiyai Kholil Bangkalan, mendirikan Nahdlatul Ulama, yang berarti "Kebangkitan Ulama". Organisasi ini pun berkembang dan ramai anggotanya. Pengaruh Hadhratusy Syaikh pun semakin besar dengan mendirikan organisasi NU, bersama teman-temannya. Itu dibuktikan dengan dukungan dari ulama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Bahkan, para ulama di berbagai daerah sangat menyegani kewibawaan beliau. Kini, NU pun berkembang makin pesat. Organisasi ini telah menjadi penyalur bagi perkembangan Islam ke desa-desa maupun perkotaan di Jawa.

Meski sudah menjadi tokoh penting dalam NU, beliau tetap bersikap toleran terhadap aliran lain. Yang paling dibencinya ialah perpecahan di kalangan umat Islam. Pemerintah Belanda bersedia mengangkatnya menjadi pegawai negeri dengan gaji yang cukup besar asalkan sudi bekerjasama, tetapi ditolaknya. Beliau juga tokoh yang besar dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Atas jasa-jasanya itu, beliau telah dinobatkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Ulama besar ini menghembuskan nafas terakhirnya pada 25 Julai 1947 dan disemadikan di di Tebuireng.

Hadhratusy Syaikh mempunyai beberapa karangan yang ditulisnya dalam Bahasa 'Arab, antaranya ialah "an-Nurul Mubin fi Mahabbati Sayyidil Mursalin". Dalam karangannya tersebut Hadhratusy Syaikh memperkatakan antara lain masalah tawassul dan istighatsah kepada Junjungan Nabi s.a.w. dan para shalihin. Antara kesimpulan yang ditulis beliau mengenainya adalah seperti berikut:-
....Demikian pula memohon melalui Nabi SAW, wali dan hamba yang shalih bukanlah meminta kepada mereka, tetapi meminta kepada Allah semata melalui mereka. Tawassul, meminta syafaat dan beristighosah melalui mereka tidaklah mempunyai pengertian lain dalam hati kaum muslimin kecuali sebagaimana yang disebutkan di atas. Dan tak seorang pun di antara mereka yang menghadapkan dirinya selain kepada Allah semata. Barangsiapa yang dadanya tidak dilapangkan untuk masalah ini, hendaklah ia menangisi dirinya sendiri. Kami meminta kepada Allah ampunan dan kesehatan.

Dalam hadis tentang syafaat akan diutarakan permintaan perlindungan manusia kepada para Nabi pada hari kiamat. Dalam hadis tersebut terdapat dalil yang sangat jelas mengenai sikap bertawassul kepada mereka, bahwa setiap orang yang berbuat dosa dapat bertawassul kepada Allah melalui orang yang lebih dekat kepada Allah daripada dia. Ini tidak dipungkiri oleh siapapun.

Tidak ada bedanya antara hal tersebut disebut dengan meminta syafaat, tawassul ataupun istighosah. Hal ini bukanlah termasuk perbuatan seperti yang dilakukan oleh orang-orang musyrik yang mendekatkan diri kepada Allah dengan menyembah selainNya, sebab hal ini memang kufur. Kaum muslimin, apabila bertawassul dengan Nabi SAW atau yang lainnya seperti para nabi, wali dan orang-orang shalih, tidaklah menyembah mereka, dan hal itu tidak membuat mereka keluar dari sikap tauhid mereka kepada Allah ta`ala. Hanya Dia sajalah yang memberikan kemanfaatan dan kemudaratan.... (petikan "an-Nurul Mubin" terjemahan Ustaz Khoiron Nahdliyyin dan Ustaz Ahmad Adib al-Arif).
Mudah-mudahan keredhaan dan rahmat Allah sentiasa dicurahkan kepada Hadhratusy Syaikh Hasyim Asy`ari serta para ulama umat ini sekaliannya. Allahumma aamiin .......al-Fatihah.


Selasa, Februari 20, 2007

Habib Muhammad bin Salim

Habib Muhammad bin Salim bin Hafidz bin Abdullah bin Abu Bakar bin 'Aydrus bin 'Umar bin 'Aydrus bin 'Umar bin Abu Bakar bin 'Aydrus bin al-Husain bin Syaikh Abu Bakar bin Salim adalah seorang tokoh ulama ahlil bait kelahiran Tarim, Hadhramaut. Beliau dilahirkan dalam tahun 1332H. Selain berguru dengan ayahandanya yang terkenal alim, beliau juga turut berguru dengan Habib 'Ali bin 'Abdur Rahman al-Masyhur, Habib 'Abdullah bin 'Umar asy-Syathiri, Habib 'Alwi bin 'Abdullah bin Syihab dan ramai lagi ulama Hadhramaut. Beliau juga telah mengembara ke Haramain, India, Pakistan dan lain-lain tempat dengan tujuan menuntut ilmu. Akhirnya beliau kembali ke Tarim dan mendirikan majlis-majlis ta'lim di sana selain menjalankan usaha dakwah ke daerah-daerah luar. Beliau juga telah mengarang kitab-kitab antaranya "Takmilah Zubdatul Hadits fil Faraidh" dan "al-Miftah li Babin Nikah". Atas ketinggian ilmu dan akhlak serta kewarakannya, beliau dipilih menjadi Mufti Kota Tarim al-Ghanna.

Sekalipun dilantik menjadi Mufti, beliau tetap bersikap tawadhu dan amat menghormati para gurunya dan para ulama lainnya. Hari-harinya dihabisi dengan berbagai amal ibadah dan menyampaikan ilmu, sehingga pernah dalam satu hari beliau mengendali dan hadir 16 majlis - majlis ilmu. (Allahu ... Allah ... lihat diri kita, satu majlis ta'lim seminggu sekali pun payah ...Allahu ... Allah).

Dalam menyampaikan dakwah, Habib Muhammad terkenal lantang dalam menyeru umat kepada jalan Allah dan syariatNya. Vokalnya dalam menyampaikan kebenaran tidak dapat dihalang sehingga dengan kepala diacukan pistol beliau telah menyatakan kebenaran tanpa takut dan gentar. Hal ini membuat gusar pemerintah pemberontak komunis pada waktu itu, sehingga pada bulan Dzul Hijjah 1392H tatkala beliau dan anakandanya Habib Umar yang baru berusia 9 tahun beri'tikaf dalam Masjid Jami` Tarim menunggu masuk waktu sholat Jumaat, Habib Muhammad telah dijemput oleh 2 orang polis dan dibawa ke balai yang berdekatan. Sehingga usai sholat Jumaat, Habib Muhammad tidak kembali lagi. Sejak saat itu tidak ada khabar berita mengenai beliau dan tidak diketahui samada beliau telah wafat atau masih hidup. Ramai yang percaya bahawa beliau telah dibunuh syahid oleh pemberontak komunis tersebut kerana khuatir akan pengaruh dan kelantangan beliau. Kini perjuangan dakwahnya diteruskan oleh murid-murid dan zuriat beliau, antaranya yang masyhur ialah Habib 'Umar Bin Hafidz. Mudah-mudahan Allah melimpahkan keredhaanNya ke atas Habib Muhammad Bin Hafidz dan memberikan kepada kita sekalian keberkatan dan manfaat ilmunya....al-Fatihah.

Ahad, Februari 18, 2007

Doa Nabi al-Khidhr a.s.

Syaikh Muhammad Amin Kurdi dalam "Tanwirul Qulub" pada halaman 422 menulis satu faedah seperti berikut:-
Imam as-Sayuthi telah menyebut dalam "Luqtul Marjaan" daripada Sayyidina Ibnu 'Abbas r.`anhuma sebagai berkata:-

  • "Nabi al-Khidhr dan Nabi Ilyas bertemu pada setiap tahun di musim haji dan mereka berdua berpisah atas kalimah-kalimah ini: "Dengan nama Allah, sesuatu itu menurut apa yang dikehendaki Allah, tidak ada yang mendatangkan kebaikan melainkan Allah; Sesuatu itu menurut apa yang dikehendaki Allah, tidak ada yang menolak kejahatan melainkan Allah; Sesuatu itu menurut apa yang dikehendaki Allah, setiap keni'matan adalah daripada Allah; Sesuatu itu menurut apa yang dikehendaki Allah, tiada daya upaya dan kekuatan melainkan dengan Allah". Ibnu 'Abbas berkata: "Sesiapa yang membaca doa ini ketika pagi dan petang sebanyak 3 kali, maka Allah akan mengamankan (yakni menyelamatkan) dia dari tenggelam (lemas), kebakaran, kecurian, dari (kejahatan) syaitan, penguasa, ular dan kala jengking."
Maka sewajarnya bagi seseorang murid untuk mengamalkan doa ini, kerana ianya akan menjadi sebab yang membawa kepada tawakkal.
Doa ini juga dinukil oleh Hujjatul Islam al-Ghazali dalam "Ihya` 'Ulumiddin" jilid 1 halaman 374 dengan sedikit perbezaan lafaz.

Tawakkal itu amatlah penting dalam kehidupan seseorang muslim. Walau bagaimana hebatnya kita, selaku hamba kita hendaklah sentiasa bertawakkal kepada Allah, sejak permulaan setiap sesuatu pekerjaan berkekalan sehingga mencapai tujuan atau sebaliknya. Allah pula menyukai orang-orang yang bertawakkal sebagaimana difirmankanNya dalam surah Ali 'Imraan ayat 159 yang kira-kira bererti: "Bahawasanya Allah ta`ala itu kasih akan orang-orang yang bertawakkal." Manakala dalam surah ath-Tholaaq ayat 3, Allah berfirman yang kira-kira bererti: "Dan sesiapa yang bertawakkal kepada Allah, maka Allah itu mencukupi baginya.

Jumaat, Februari 09, 2007

Cahaya Junjungan s.a.w.

Hari Jumaat digalakkan kita untuk memperbanyakkan sholawat dan salam atas Junjungan Nabi s.a.w. Sholawat itu amalan yang amat penting dalam kehidupan seorang Muslim yang mengaku dirinya pengikut dan umat Rasul teragung ini. Para ulama dan shulaha` sentiasa memperingatkan kita untuk banyak-banyak bersholawat ke atas Rasul Junjungan s.a.w. Mereka yang memperbanyakkan sholawat akan memperolehi manfaat dan kelebihan yang besar daripada Rabbul Jalil azza wa jalla. Buat nukilan sempena hari yang berkat ini, aku nukilkan tulisan Syaikh Zainuddin bin 'Abdul 'Aziz bin Zainuddin al-Malibari dalam kitabnya "Irsyadul 'Ibaad ilaa Sabiilir Rasyaad". Syaikh Zainuddin ini adalah anak murid Imam Ibnu Hajar al-Haitami dan beliau adalah ulama Syafi`i yang besar dan merupakan pengarang kitab "Fathul Mu`in" yang masyhur. Pada halaman 65 kitab tersebut beliau menulis:-

Dalam kitab "Syaraful Musthofa" bagi Abu Sa`id dinyatakan bahawa satu ketika sedang Sayyidatina 'Aisyah r.'anha menjahit di waktu sahur, jarumnya terjatuh dan lampu rumahnya terpadam. Kemudian masuk Junjungan Nabi s.a.w. dalam rumahnya maka bercahayalah rumah tersebut dengan cahaya baginda s.a.w. sehingga Sayyidatina 'Aisyah r.'anha dapat mencari dan mendapat semula jarumnya yang jatuh tadi. Sayyidatina 'Aisyah r.'anha berkata: "Alangkah bersinarnya wajahmu, wahai Rasulallah." Junjungan Nabi s.a.w. bersabda: "Kebinasaanlah bagi sesiapa yang tidak dapat melihatku." Sayyidatina 'Aisyah r.'anha bertanya: "Siapa yang tidak dapat melihatmu?" Junjungan s.a.w. menjawab: "Orang bakhil." Sayyidatina 'Aisyah r.'anha bertanya lagi: "Siapakah orang bakhil?" Junjungan Nabi s.a.w. menjawab: "Orang yang tidak bersholawat ke atasku apabila mendengar namaku."
Kisah yang serupa juga disebut oleh Kiyai Agung dalam "Nafahatul Miskiyyah" yang diterjemah oleh Fadhilatul Ustaz Taha as-Suhaimi dengan jodol "Hembusan Kasturi", di mana pada halaman 20 dinyatakan:-

Telah diriwayatkan daripada Sitti 'Aishah bahawa ia telah berkata: "Sedang aku menjahit baju pada waktu sahor (suboh sebelum fajar) maka jatuhlah jarum daripada tanganku tiba-tiba kebetulan lampu pun padam, lalu masuklah padaku Rasulullah s.a.w. maka aku telah dapat memungut jarum itu daripada cahaya wajahnya, lalu aku berkata: "Hai Rasulullah, alangkah bercahaya wajahmu," dan seterusnya aku bertanya: "Siapakah yang tidak akan melihatmu pada Hari Kiamat?" Jawab Rasulullah: "Orang yang bakhil (lokek)." Aku bertanya lagi: "Siapakah orang yang bakhil itu?" Jawab Rasulullah: "Alladzi dzukirtu 'indahu fa lam yushalli 'alayya" ertinya "Dialah orang yang ketika disebut namaku di sisinya ia tiada mengucapkan selawat bagiku."

Allahu ... Allah, bertuahlah sesiapa yang memandang dan mengambil manfaat dengan cahaya Junjungan Nabi s.a.w. Siti 'Aisyah sebagaimana segala sahabat semuanya memandang dan melihat cahaya nubuwwah pada diri Junjungan s.a.w. dan mereka mendapat manfaat bagi kehidupan duniawi dan ukhrawi dalam mencapai redha Ilahi. Sedangkan Abu Lahab yang dahulunya saban hari melihat dan memandang Junjungan s.a.w. telah gagal melihat dan memanfaatkan cahaya tersebut kerana Abu Lahab hanya melihat Muhammad si anak yatim dan bukannya Muhammad Rasulullah s.a.w. Lalu bagaimana pandangan kita terhadap Junjungan Nabi s.a.w.? Mudah-mudahan kita memandang baginda sebagaimana para sahabat memandangnya.

Allahumma sholli wa sallim 'alaihi wa 'ala alihi wa ashhabih.

Khamis, Februari 01, 2007

Tautsiqus Sunnah

Alhamdulillah, aku baru dapat cetakan thesis yang berjodol "Tautsiqus Sunnah Baina asy-Syi`ah al-Imamiyyah wa Ahlus Sunnah fi Ahkamil Imaamah wa Nikaah al-Mut`ah"(Cara penerimaan hadits antara Syiah Imamiyyah dan Ahlus Sunnah dalam perkara pemerintahan dan nikah mut`ah). Ini adalah thesis sarjana Fadhilatul Ustaz Haji Ahmad Haris Suhaimi yang dikemukakan kepada Kuliyyah Darul 'Ulum, Universiti Kaherah, Mesir. Ustaz Ahmad Haris Suhaimi adalah anak almarhum Ustaz Haji Muhammad Taha as-Suhaimi rhm. Beliau mendapat pendidikan awal formal di Madrasah al-Ma`arif al-Islamiah dan kemudian di Madrasah al-Juneid. Pada tahun 1980, beliau melanjutkan pelajaran ke Ma'had Deen di Kuwait dan melanjutkan pelajaran di Universiti Kuwait dalam bidang Syariah. Tamat pengajian peringkat Sarjana Muda, beliau memasuki Universiti Kaherah untuk peringkat sarjana dan berhasil menyelesaikannya dengan mendapat kepujian "mumtaz".

Aku belum berkesempatan untuk mentelaah thesis yang setebal lebih kurang 564 halaman tersebut, tapi sepintas lalu ianya penuh ilmu yang bermanfaat dengan rujukan yang lengkap. Untuk memberi gambaran sepintas lalu isi kandungannya aku postkan di sini secuplik ringkasan dengan jodol "Masalah Jurang Antara Kaum Syiah dan Ahli Sunnah" tulisan pengarang thesis tersebut. Harap ikhwah dapat memetik manfaat darinya dan sesiapa yang berhajat untuk membaca keseluruhan thesis tersebut, bolehlah dicari di kedai-kedai kitab atau boleh berhubung terus kepada pihak HRS Consultant di alamat email hrs@sgplink.com.

*****************************************************

MASALAH JURANG ANTARA

KAUM SYIAH dan AHLI SUNNAH!

Bismillaahir-Rahmaanir-Rahiim

Masalah perbalahan yang semakin membesar di kalangan dua golongan ini terutama di Iraq yang juga boleh merebak ke negara-negara jiran telah menyebabkan negara seperti Jordan telah meminta kuasa-kuasa besar supaya dapat melakukan sesuatu agar perbalahan ini tidak mengakibatkan perang saudara yang lebih membesar!

Ahli Sunnah dan Syiah[1] adalah dua golongan terbesar penganut ajaran Islam dan juga merupakan kekuatan besar kepada masyarakat Islam. Merapatkan jurang di antara dua golongan ini adalah satu usaha yang tentunya akan diberikan ganjaran yang besar oleh Allah Taala!

Walau bagaimanapun, tugas ini bukanlah satu usaha yang mudah!

Untuk mengenali golongan Syiah ini yang semakin kuat penyebarannya di Timur Tengah dan juga di Asia dan kenapa mereka agak jauh berbeza dengan Ahli Sunnah - ialah dengan memerhatikan pegangan serta ajaran yang dibawa oleh Syiah.

Sekali Imbas kalau diperhatikan dari penulisan dan ungkapan golongan Syiah ini, mungkin ramai yang akan tertarik dengan mazhab ini kerana mereka mendakwa ajaran dan pegangan agama mereka adalah bersumber dari keluarga Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, ataupun ‘Ahlul Bait’.

Bermulanya perbezaan yang menyebabkan Syiah terbentuk apabila mereka mendakwa bahawa KHALIFAH atau ketua Negara yang sah selepas wafatnya Baginda Shallallahu Alaihi Wasallam ialah Saidina Ali bin Abi Talib r.a. dan BUKANNYA Saiyidina Abu Bakar atau Umar r.a..

Bahkan ada terdapat dari penulisan buku-buku Syiah yang menyebut secara jelas bahawa Abu Bakar dan Umar telah merampas kuasa dari Saiyidina Ali (atau digelar ‘Perampas kuasa’)!! Bahkan keduanya (mengikut dakwaan penulisan beberapa buku Syiah) telah banyak menganiaya Saiyidah Fatimah (anak Baginda) dan Saiyidina Ali (menantu Rasulullah serta suami kepada Saiyidah Fatimah).

Yang lebih tidak menyenangkan dari penulisan buku-buku Syiah, ialah terdapat riwayat dari mereka yang mendakwa kononnya majoriti (teramai) para Sahabat telah menjadi MURTAD kerana melantik Saiyidina Abu Bakar r.a. menjadi Khalifah, yang sepatutnya mereka melantik Saiyidina Ali r.a.!

Ini semua ialah kerana Syiah mendakwa bahawa (kononnya) terdapat DALIL dan NAS dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam supaya melantik Saiyidina Ali menjadi khalifah (ketua Negara) jika Baginda telah wafat, tetapi tidak dipatuhi oleh Sahabat-Sahabat!

Akibat dari fahaman Syiah sebegini, maka tentunya hadis-hadis Rasulullah SAW yang datangnya dari Saiyidina Abu Bakar, Umar atau siapa sahaja para Sahabat yang melantik keduanya tadi menjadi khalifah, tidak akan diterima oleh kaum Syiah.

Ini tentunya termasuk hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Saiyidah Aisyah, Saiyidah Hafshah (isteri Baginda dan anak kepada Saiyidina Abu Bakar dan Umar), begitu juga riwayat yang banyak yang datangnya dari Abu Hurairah, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas dan seterusnya!

Bahkan Syiah sendiri tidak menyukai dengan Saiyidina Aisyah dan Hafshah dan menuduh keduanya dengan perkara yang tidak baik kerana sebab-sebab yang agak panjang untuk diterangkan di sini.

Akibat daripada tidak mempercayai lagi dengan riwayat hadis dari Sahabat-Sahabat ini, akhirnya mereka mepunyai CARA tersendiri untuk menerima hadis dari Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam.

Perlu diingatkan juga bahawa Syiah sama sekali tidak menerima buku-buku hadis yang dikumpulkan oleh Imam Bukhari, Muslim, Tirmizi, Abu Daud dan seterusnya, kerana memandangkan di dalam buku-buku hadis yang dikumpulkan ini, riwayatnya datang dari para Sahabat yang tidak disukai oleh kaum Syiah.

Kalaupun mereka “mendakwa” bahawa Syiah menerima hadis-hadis Imam Bukhari (sebagai ‘taqiah’), maka hadis yang diterimanya hanyalah segelintir sahaja, iaitu jika hadis-hadis itu boleh menegakkan (kononnya) dakwaan akidah mereka!

Sebelum kita mengenali cara kaum Syiah menerima hadis dari Rasulullah SAW, perlu juga kita mengetahui apakah pegangan kuat ajaran mereka ataupun dikatakan sebagai ‘akidah golongan Syiah Imamiah’, iaitu golongan Syiah yang terbesar ini?

Sebagai ringkasan, pegangan kuat ajaran mereka ataupun akidah mereka ialah:

PERTAMA: KEPERCAYAAN KEPADA IMAM (Pemimpin agung masyarakat Islam); iaitu ia telah dilantik oleh Rasulullah SAW (menurut dakwaan mereka), kesemuanya adalah 12 orang, iaitu (1)-Saiyidina Ali r.a. (2-3) Saiyidina Hasan dan Husein r.a. (4) Ali Zainal Abidin (anak Saiyidina Husein) (5) Mohd Al-Baqir (anak Ali Zanal Abidin) (6) Jaafar As-Shadiq (anak Mohd Al-Baqir) (7) Musa Al-Kaazim (anak Jaafar Shadiq) (8) Ali Ar-Redha (anak Musa Kaazim) (9) Muhammad Al-Jawwad (anak Ali Ar-Redha) (10) Ali Al-Hadi (anak Mohd Al-Jawwad) (11) Hasan Al-‘Askari (anak Ali Al-Hadi) (12) Mohd Al-Mahdi (akan lahir akhir zaman).

KEDUA: MA’SUM, iaitu imam-imam 12 ini adalah ma’sum, tidak melakukan dosa dan segala ucapannya adalah wajib diikuti, seperti wahyu, percakapan mereka adalah sama darjat dengan hadis Nabi SAW.

KETIGA: GHAIB, iaitu wajib meyakini bahawa Imam yang ke 12 itu akan lahir pada akhir zaman dan sekarang ini “menghilangkan diri” (Ghaib). Keimanan ghaib ini perlu bagi mereka kerana jika tidak, zaman akan ketiadaan imam yang hanya 12 orang sahaja, sedangkan setiap zaman perlu ada imam, dan masa sehingga hari kiamat masih terlalu lama!

KEEMPAT : TAQIYAH, iaitu akidah yang membolehkan berbohong kerana darurat. Tetapi jika dilihat dari riwayat buku hadis mereka, ia lebih menunjukkan bahawa perbuatan ‘taqiyah’ ini hanyalah untuk menutup keaiban akidah Syiah di hadapan Ahli Sunnah dan untuk menyebarkan ajaran Syiah, ini agar masyarakat Ahli Sunnah tidak menuduh Syiah dengan yang bukan-bukan.

KELIMA: RAJ’AH, iaitu beberapa golongan manusia akan dibangkitkan semula hidup di dunia sebelum kiamat, iaitu ketika timbulnya Imam yang ke 12 mereka nanti di akhir zaman. Terdapat riwayat mereka yang menerangkan golongan yang akan dibangkitkan nanti ialah khalifah-khalifah Islam iaitu Abu Bakar, Umar dan Usman r.a. dan mereka akan mengaku bersalah di depan ramai kerana mengambil kuasa dari Saiyidina Ali r.a.

Kalau diperhatikan dari akidah penting Syiah ini, contohnya yang kedua sehingga yang kelima itu, kita dapati kesemuanya bersangkutan dengan akidah yang pertama tadi iaitu KEPERCAYAAN kepada Imam-Imam 12 itu.

Akibat dari kepercayaan yang keterlaluan kepada Imam-Imam ini, akhirnya apa sahaja riwayat yang datangnya dari Imam-Imam ini dianggap sebagai hadis, sama setaraf dengan hadis Rasulullah SAW.

Mereka mendakwa ini semua kerana DISEBABKAN tidak menyetujui sahabat-sahabat yang meriwayatkan hadis dari Nabi SAW, kerana kebanyakan sahabat-sahabat ini tidak disukai oleh kaum Syiah sebagaimana yang telah diterangkan tadi.

Akhirnya mereka menyusun buku mereka sendiri tentang hadis (yang berlainan dengan pengumpulan hadis Ahli Sunnah) dengan tujuan mengumpulkan riwayat-riwayat dari Imam-Imam ini sahaja kerana beranggapan kata-kata mereka diambil dari hadis Nabi SAW.

Buku-buku mereka ini yang sehebat Sahih Bukhari, Muslim dan Tirmizi ialah:

1-“Usul Kaafi”: oleh Al-Kulaini

2-“Man Laa Yahdhuruhu Al-Faqiih” oleh Ibnu Babawaih Al-Qummi

3-“Tahziibul Ahkam” oleh Mohd bin Hasan At-Tuusi

4-“Al-Istibshar Fii Makhtalafa Minal Akhbar” oleh At-Tuusi tadi.

Kemudian setelah beberapa abad, disusun lagi buku-buku hadis mereka seperti:

1-“Bihaarul Anwar” oleh Al-Majlisi

2-“Wasaa-ilus Syiah” oleh Al-Hurrul ‘Aamili

3-“Mustadrak Al-Wasaa-il” oleh An-Nuri At-Tabrasi

Tetapi pengumpulan hadis-hadis mereka juga dipertikaikan kerana ramai sekali perawi yang meriwayatkan hadis dari Imam-Imam 12 ini adalah golongan yang tidak boleh dipercayai, ramai yang telah dihukum lemah hadisnya dan ramai pula yang dihukum pendusta! Bahkan banyak sekali riwayat-riwayat palsu telah dimasukkan ke dalam buku-buku hadis mereka, ini semua diakui ramai ulama Syiah sendiri!

Akibat kelemahan golongan Syiah ini untuk menapis dan meneliti keaslian riwayat hadis mereka, maka tentunya ini menyebabkan ajaran serta akidah yang pelik-pelik tersebar luas di dalam buku-buku mereka. Tentunya ini semua akan membawa kepada bahaya yang lebih besar serta perpecahan umat kerana buku-buku ini dibaca serta dipercayai oleh ramai pengikut mereka yang bilangannya berjumlah jutaan manusia!

Yang tidak baiknya ialah kebanyakan Imam-Imam 12 itu serta keluarga mereka sebenarnya adalah ULAMA AHLI SUNNAH JUGA, seperti IMAM JAAFAR SADIQ r.a. (iaitu salah seorang guru Imam Malik) telah menjadi busuk namanya serta dituduh pula dengan berbagai tuduhan dari sekelompok Ahli Sunnah yang jahil, seperti dituduh sebagai‘PENGASAS’ fahaman ‘Syiah’! Sedangkan beliau (iaitu Imam Jaafar tadi) adalah Ulama Ahli Sunnah serta keturunan Rasulullah SAW yang amat disegani di Madinah di waktu itu!

Semua ini timbul akibat riwayat yang bukan-bukan yang datangnya dari buku-buku Syiah yang tidak ditapis dengan betul.

Apa yang tidak menyenangkan daripada ini semua ialah, ada terdapat dari buku Syiah juga yang mendakwa kita sebagai Ahli Sunnah adalah ‘TERMASUK’ dalam golongan “NAWASIB” iaitu golongan yang memusuhi keluarga Rasulullah SAW!! Dan golongan NAWASIB ini adalah dikira NAJIS oleh Syiah!

Kumpulan ulama mereka sepatutnya menafikan kenyataan yang tidak baik ini terhadap Ahli Sunnah, kerana ini semua tidak lain hanyalah penulisan yang hanya untuk memecah belahkan umat Islam, akibat kejahilan dan taassub yang tidak baik!

Tentunya kita sebagai Ahli-Sunnah amat menyayangi keluarga Rasulullah SAW dan menganggapnya sebagai satu kewajipan kita mencintai mereka. Bahkan ramai sekali dari keturunan Rasulullah SAW yang hidup hingga ke saat ini, terutama golongan Habib-Habib, Syed-Syed serta kaum Asyraf dari Yaman dan lain-lain negara, mereka semua berpegang kuat dengan ajaran Ahli Sunnah Wal-Jamaah dan mereka mempunyai sanad riwayat hingga ke datuk-moyang mereka yang mana, rata-rata riwayat ini BERCANGGAH dengan apa yang didakwa oleh golongan Syiah Imamiah ini bahawa (kononnya) Syiah mengamalkan ajaran keluarga Rasulullah SAW.

Sebagai seorang muslim, tentunya apa sahaja perbalahan yang berlaku di kalangan umat Islam hendaklah kita kembalikan kepada Al-Quran untuk mencari penyelesaiannya dan kemudiannya adalah hadis Rasulullah yang sahih lagi betul, bukannya riwayat-riwayat yang palsu dan tidak benar.

Tentunya kita sebagai Ahli Sunnah dan seluruh umat Islam masih mengharapkan perpaduan antara dua golongan ini dan berbaik sangka serta mengharapkan cahaya kebaikan dari hubungan kedua puak ini.

Apa yang PENTING ialah golongan Syiah ini perlulah ikhlas dan jujur dalam menapis keseluruhan hadis-hadis mereka dan bukanlah dengan cara ‘bertaqiyah’ iaitu bercakap, lain dari yang mereka buat dan percaya, kerana kita semua ingin memelihara kesucian nama baik keluarga Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.

Caci mencaci, bertengkar, bermasam muka serta berbunuh bukanlah cara penyelesaiannya sebagaimana yang berlaku di Iraq sekarang ini, bahkan ia menambahkan perbalahan. Tidakkah kita semua masih beriman kepada Allah dan Rasulnya, mempercayai Al-Quran sebagai wahyu utama dan hari akhirat adalah benar! Sembahyang, puasa zakat dan Haji adalah rukun Islam!

Kalau sekiranya dunia boleh melihat bagaimana Bosnia dan Serbia akhirnya boleh berdamai, begitu juga masalah kumpulan pemisah Aceh dengan kerajaan Indonesia akhirnya dapat bekerja sama dan hidup saling hormat menghormati ..kenapa pula Syiah dan Ahli Sunnah tidak boleh berdamai seperti di Iraq sekarang ini?

Dunia masih cuba merapatkan jurang di antara Palestine dan Israel dan mencari penyelesaiannya, kenapa tidak kita?

Mudah-mudahan satu hari nanti, Allah SWT akan dapat melahirkan golongan manusia yang dapat merapatkan jurang di antara dua golongan ini, iaitu Ahli Sunnah dan Syiah, dan menjadikan kehidupan mereka lebih diredhai Allah Taala! Amin.

Walhamdulillaahi Rabbil ‘Aalamin.

Ringkasan dipetik dari buku berbahasa Arab:
“Tausiqus Sunnah Baina Syiah Wa Ahlis Sunnah
Fi Ahkamil Imaamah Wa Nikahil Mut’ah”

Penulisan Ilmiyah di Universiti Kahirah 1998
serta beberapa penambahan disusun oleh
Ustaz Hj. Ahmad Haris Suhaimi

Perhatian: Di antara PENULIS-PENULIS buku Syiah Imamiyah yang terkenal serta terdapat dari buku-buku mereka telah diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu, di antara penulisnya:

(1) - Abdul Husein Syarafuddin Al-Musawi
(2) - Jaafar Subhani
(3) - Mohd Tijani As-Samawi
(4) - Hasyim Maaruf Al-Hasani
(5) - Al-Khomeini
(6) - Mohd Jawad Mughniah
(7) - Mohd Husein Aali Kaasyiful GhiiTa’
(8) - Dr. Abdullah Faiyaadh
(9) - Al-Khuu-i
(10) - Mohd Baqir Al-Sadr
(11) - Dr. Abdul Rasul Ghaffar
(12) - Abdullah Ni’mah
(13) - Mohd Al-Khaalisi
(14) - Yusuf Al-Bahrani
(15) - Taufik Al-Fakiiki
(16) - Mohd bin Ya’qub Al-Kulaini
(17) - Mohd Baqir Al-Majlisi

Perhatian: Jika mana-mana buku agama yang anda beli atau membacanya, dan mendapati PENULISNYA sering menulis rujukannya nama-nama buku berikut ini, bermakna buku yang anda baca sebenarnya buku Syiah Imamiah. Di antara rujukan penting mereka:

  1. Al-Kaafi atau Usul Kaafi oleh Al-KULAINI
  2. Syarah Nahjul Balaghah oleh IBNU ABIL HADID
  3. Istibshar atau Tahzibul Ahkam oleh ABU JAAFAR AT-TUUSI
  4. Kamalud-Din atau Ikmaluddin oleh IBN BABAWIH AL-QUMMI AS-SADUUQ
  5. Bihaarul Anwaar oleh MOHD BAQIR AL-MAJLISI
  6. Wa Saa-ilus Syiah oleh AL HURRUL ‘AAMILI
  7. Sahiifah Sajjaadiah. (Syiah mendakwa ini adalah doa-doa Imam Ali Zainal Abidin)
  8. Kitab-kitab tafsir mereka contohnya karangan: Abul Qaasim AL-Khuu-i, atau Tabrasi atau At-Taba Taba-i .


[1] Yang dimaksudkan dengan Syiah di sini ialah Mazhab Syiah Imamiah Ja’fariah, atau lebih senang dipanggil “Syiah perjuangan Khomeini”. Syiah ini adalah golongan terbesar kaum Syiah sekarang ini. Adapun golongan Syiah yang lain seperti Zaidiyah, Ismailiyah, Ibadhiah, bukanlah tajuk perbincangan di sini kerana golongan mereka tidaklah begitu ramai dan tidak tersebar luas seperti Syiah Imamiah.