Rabu, November 08, 2006

Mazhab Para Habaib

Hari ke-3, pemergian Habib kami Anis bin 'Alwi bin 'Ali al-Habsyi. Biarlah hari ini aku hanya menukil untuk tatapan kalian, artikel yang dimuatkan dalam majalah "Cahaya Nabawiy", Edisi 44 Th. IV Sya'ban -Ramadhan 1427H. Majalah ini merupakan terbitan Ma'had Sunniyah Salafiyah (lihatlah kalau di Jawa Timur, istilah Salafi dipakai merujuk kepada golongan bermazhab seperti kita atau istilahnya "kaum tua" dan bukannya golongan Salafi-Wahhabi-Kaum Muda). Ma'had ini diasuh Habib Taufiq bin Abdul Kadir as-Segaf, ulama muda dan daie yang tangguh asuhan para habaib sepuh seperti Habib Abdul Kadir bin Husein as-Segaf, Habib Ahmad bin Hadi al-Hamid dan Habib Umar bin Hasyim Ba`agil. Ma'had asuhannya kini telah mempunyai 30 cabang madrasah dan 13 pondok pesantren yang tersebar di Jawa, Bali dan Kalimantan. Beliau juga berdakwah melalui media massa dengan mengelolakan Stesyen Radio Suara Nabawiy untuk menyebarkan dakwah para salaf ke jangkauan yang lebih besar.

Artikel ini merupakan catatan perjalanan menelusuri aqidah dan mazhab para habaib di Hadhramaut. Para habaib yang ada di tanah air tercinta ini kenalah memahaminya sungguh-sungguh kerana aku dapati ada yang sudah cenderung kepada ajaran Syi`ah kerana termakan dengan dakyah yang kononnya Syi`ah adalah Mazhab Ahlul Bait atau pencinta Ahlul Bait. Ada juga yang sudah seperti lalang ditiup angin, tidak punya pegangan, kadang Sunni, kadang tasyaiyu'. Aku sedar bahawa angin-angin yang mempertikaikan kesunnian Imam Ahmad al-Muhajir juga bertiup ke tempat kita. Bagi aku apa pun kata mereka-mereka ini, dalil musyahadah yang dapat dilihat sehingga ke hari ini adalah para habaib yang menerima ilmu mereka turun - temurun sehingga kepada Imam al-Muhajir adalah Sunni Syafi`i. Jadi sesiapa yang menyatakan sebaliknya, maka mereka menafikan kebenaran dan realiti sebenar yang terzahir. Lihat para sesepuh habaib di Kota Tarim al-Ghanna, Seiwun, Huraidhah, Makkah, Madinah, Nusantara rumpun Melayu, semua mereka adalah Sunni Syafi`i. Lihat Habib Hasan Fad`ad, Imam Syafi`iyyah Masjidil Haram, jangan lupa para mufti Syafi`i Tanah Haram misalnya Habib Muhammad bin Husain al-Habsyi, yang merupakan moyang Habib Anis bin 'Alwi bin Ali bin Muhammad bin Husain al-Habsyi, dan apa kurangnya almarhum Habib Anis yang juga contoh ulama Habaib yang Sunni lagi Syafi`i, begitu pula dengan Habib Zain bin Ibrahim BinSumaith yang terkenal faqih di Kota Madinah, sekadar untuk menyebut beberapa nama. Jadi kepada golongan yang mengaku keturunan Baitun Nubuwwah, habaib Bani Alawi, Bani Zahra` min ali 'Ali, yang tidak mengikut jalan para leluhurnya, maka seruanku adalah untuk mereka kembali ke jalan para salaf mereka yang mulia. Apa pun marga kamu, baik al-Sagoff atau al-Attas atau Jamalullail, kembali kepada jalan leluhur kamu, jalan Salafi Sunni Syafi`i.

*******************************************************

Melacak Akar Madzhab Hadramaut

Suasana kota-kota di Hadramaut cukup menyenangkan, jalan-jalan yang ada bukan terbuat dari batu, namun rata-rata bersih karena angin sahara sering turut menyapu jalan-jalan kota itu. Jarang sekali ada kursi di rumah-rumah penghuni, yang ada ialah qatifah (permadani), tempat menampung dhuyuf (para tamu). Fungsi permadani memang di sini jadi serba-guna: untuk menerima tamu (istiqbaal), namun juga untuk tempat makan. Tak jarang tempat yang sama ini juga dibuat untuk aktivitas ibadah, seperti shalat, rouhah (pengajian) maupun dhikir. Bahkan jika ruang tak cukup untuk menerima tetamu yang tidur, qatifah jadi alternatif tempat tidur cadangan. Sisa-sisa tradisi ini masih ditemui keturunan Hadharim di Nusantara.

Di Hadramaut terdapat sekitar 365 Masjid Jami', jumlah ini sama dengan jumlah hari dalam setahun. Rata-rata masjid yang ada sudah ma'mur (terpelihara dan banyak jama'ah) karena para pengurus ta'mir yang mengelola tak perlu susah "mengajak" orang untuk shalat dan beri'tikaf di dalam masjid, sebab kesadaran rohaniah warga Hadramaut terhadap ibadah mahdhah cukup tinggi, hingga membuat masjid jadi satu-satunya bangunan yang paling ramai dikunjungi warga sampai kini. Apalagi di bulan suci Ramadhan.

Hal lain yang menarik, dan sering menimbulkan tanda tanya, yaitu sejak adanya isu yang mengkaburkan sejarah: Apakah akidah dan madzhab warga Hadrmaut? Sengaja dibentuk opini yang meragukan itu, untuk menyusupkan pendapat mereka yang menyesatkan. Agaknya perlu ditegaskan kembali berdasarkan fakta-fakta baik telaah dokumen maupun realitas amaliyah anak turunannya sekarang. Bahwa tidak syak lagi, mayoritas Muslimin di Hadramaut adalah mutlak Sunni Syafi'i (Baca: Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara, INIS, 1989). Kawasan ini seperti Makkah dan Madinah, tidak ada orang non Muslim. Jika tidak darurat betul, orang kafir (Kristen, Yahudi dan Majusi) tidak dibenarkan masuk kota-kota ini. Sisa-sisa sekte sempalan memang masih ada namun berada di "pinggiran" dan bisa dihitung jemari sebelah tangan, misalnya sekte-sekte sisa itu adalah bisa disebut di sini: Abadhi, Syi'i dan Zaydi.

Menurut Al-`Allamah Al-Habib Muhammad bin Ahmad bin Umar Asy-Syatiri, akidah dan madzhab Ahmad bin `Isa Al-Muhajir adalah jelas sekali sebagai Sunni Syafi'i. Dijelaskan, bagaimana tidak Sunni Syafi'i, padahal beliau itu yang membawa akidah dan madzhab ini ke Hadramaut. Berdasarkan penelitian beliau, asas akidah ini tidak bertentangan dengan madzhab kakek-kakeknya yang bersanad sampai ke Rasulillah secara mutawatir [berkesinambungan].(Baca: Asy-Syatiri dalam Adwaar At-Tarikh al-Hadhrami, [Jilid I], Jeddah: `Alam al-Ma`rifah, 1303 H/1983, h. 160-161). Oleh karena itu klaim yang mengatakan, bahwa Madzhab `Alawiyyin adalah Shi`ah Ithna `Ashariyah adalah semata sebagai ilusi dan bertentangan dengan sejarah dan kenyataan sosial. Jangankan Shi'ah Ithna `Asyariyah, Syi'ah Zaydiyah yang pernah bercokol lama di Yaman saja, tak mampu mempengaruhi teologi habaib di sana. Adapun kesamaan menyangkut mahabbah Ahl al-Bayt itu adalah doktrin Sunni pula, yang tak bisa dikatakan sebagai ada pengaruh Shi`ah karena sumber pengambilan (mahabbah) itu sendiri berbeda.

Sejak masa Habib `Abdullah Al-Haddad (Sahib ar-Ratib) sampai sekarang, para ulama bangga dengan akidah dan madzhabnya yang Sunni dan Syafi'i. Misalnya dalam kitab-kitab yang dikarangnya selalu mengabadikan dan menggunakan nama lengkap dengan sebutan madzhab sekaligus: dalam kitab (Terbitan Kairo, 1978 yang diberi catatan kaki oleh Mufti Mesir, Hasanayn Muhammad Makhluf yang terkenal itu), dan kitab-kitab lain karangannya tak lupa memberi akhiran kata dengan al-Hadhrami al-Syafi'i atau Sunni Syafi'i di belakang nama mereka masing-masing. Dan juga Ratib Al-Bar yang menyebutkan di akhir doa agar diwafatkan "dalam Sunnah wal jama'ah" (h. 320) dan doa-doa tawassul Habib Ahmad bin Muhammad Al-Muhdar kepada keluarga, sahabat, Fatimah Az-Zahra r.a.dan Ummuhaat al-Mukminin (dengan disebut nama-nama Khadijah dan `Aisyah r.a. (h. 189) semua ini ada dalam kitab "Sabil al-Muhtadin: fi Dzikri Ad'iyah Ashab al-Yamin" oleh Habib Abdullah bin Alwi bin Hasan Al-Attas) dan doa-doa lain dari tokoh wali/ulama masa lalu, sampai sekarang tak pernah berubah. Doa - doa dan munajat itu senantiasa dibaca anak keturunan mereka. Bahkan secara kontinyu, dan terus-menerus nama-nama para pemuka sahabat diberikan kepada generasi ke generasi berikutnya seperti nama-nama Abu Bakar, `Umar, Uthman dan tentu saja `Ali (Empat Khalifah).

Bahkan tokoh besar yang berpengaruh di Hadramaut sampai sekarang berasal dari nama-nama pemuka sahabat Rasulullah, sebut saja misalnya Syaikh Abubakar bin Salim, melahirkan klan-klan seperti Al-Haddar, Al-Muhdar, Al-Hamid, Al-Bahar Bin Idrus dan sebagainya. Juga banyak ditemukan nama-nama Umar, seperti pendiri masjid tua bernama Masjid "Umar Al-Muhdar" di Tarim (ini cikal-bakal Al-Muhdar), juga nama Uthman sampai kemudian menjadi mufti besar nusantara (berasal dari Hadramaut). Belum lagi nama-nama sahabat lain, yang sengaja dengan bangga mereka abadikan, menunjukkan bukti-bukti kongkret mereka sama sekali tidak terpengaruh Syi'ah meskipun Zaydiyah (yang cuma sekadar sebagai Syi'ah Tafdhil/Syi'ah Pengutamaan Ali di antara sahabat yang lain namun akidahnya sama dengan Sunni). Karena mereka yakin atas kesinambungan sanad aqidah dan madzhab yang dianutnya.

Inilah bukti yang kemudian melanggengkan Thariqah `Alawiyah mereka, bahkan jangan lupa anak cucu, para pemuka ulama tersebut adalah pelopor dakwah Islam ke "ufuk timur", seperti di anak benua India, Kepulauan Melayu dan Nusantara. Juga ada yang ke daerah Afrika seperti Etiopia sampai Madagaskar. Toh manhaj mereka tak pernah bergeser dari asas keyakinan yang berdasarkan Al-Qur`an, As-Sunnah, Ijma dan Qiyas. Karena itu lalu "warna" keagamaan antara Hadramaut dan Nusantara serta kawasan "koloni dakwah sejuk" mereka sama, yaitu Sunni dengan Thariqah `Alawiyyah-nya.

Selain daripada itu, ke Indonesia mereka tak membawa para isteri ketika berdakwah, namun sambil berdagang mengajar agama kepada penduduk pribumi dengan dasar ikhlas dalam kadar yanag tinggi. Bahkan banyak kemudian yang kawin dengan wanita penduduk pribumi, makanya pribumi disebut ahwaal (saudara-saudara ibu) sampai sekarang. Ini menunjukkan bahwa dakwah rintisan mereka secara kultural itu berhasil dengan baik di sini, dan jika kita melihat sekarang Indonesia jadi mayoritas Muslim, hal ini adalah niscaya merupakan berkat dakwah ikhlas beliau-beliau para habaib tersebut.

Di Hadramaut sendiri aqidah dan madzhab Al-Muhajir alias Sunni Syafi'i ini terus berkembang sampai sekarang tanpa sedikit berkurang. Hadramaut kini jadi model Sunni yang "ideal" karena kemutawatiran sanad tadi itu. Bisa dilihat bagaimana amalan mereka: Pertama, dalam bidang ibadah mahdhah tetap berpegang pada Syafi'i seperti pengaruh yang pernah ditinggalkan di Nusantara (Indonesia). Kedua, dalam bidang tasawwuf; meskipun ada nuansa Ghazali, namun di Hadramaut menemukan bentuknya yang khas, yakni tasawwuf Sunni Aslaf `Alawiyyin Shalihin yang sejati.

Sebab itu, misalnya kita saksikan tetap shalawatnya dengan "alihi wa shahbihi" di mana-mana. Shalat lima waktu bukan 3 waktu seperti tuduhan Syi'ah di sini. Dari syahadat sampai azan, juga Jum'at dan shalat tarawih dilaksanakan sesuai doktrin Sunni. Ini menunjukkan para ulama, sejak dulu sampai sekarang tetap konsisten dan konsekwen dengan manhaj Ahl Sunnah wal Jama'ah.

Yang beda mungkin dengan di sini (Indonesia), di Hadramaut tidak banyak diadakan haul. Seakan haul ini "disatukan", yakni ketika menyelenggarakan haul Nabi Allah Hud a.s. di setiap akhir bulan Sya'ban Saat inilah berkumpul ratusan ulama Sunni Syafi'i Alawi dari berbagai negeri.

Makam kuno Nabi Hud a.s. berada di bukit yang agak terjal, sedangkan di bawah ada haudz (telaga) -- yang aneh sekali -- sepanjang tahun airnya tak pernah kering meski panas mentari membakar terus. Dalam cerita, Nabi Hud a.s. ini adalah manusia pertama yang berbicara dalam Bahasa Arab (Lihat: Qishash al-Anbiya. Dar al-Fikr, Beirut). Ada makam Nabi Saleh a.s., dan juga petilasan eks kerjaan indah Ratu Balqis (Bilqis), di Ma'rib yang dilukiskan sejarah adalah seorang Ratu yang cantik dan mempesona namun ia menyembah selain Allah, membuat Sulaiman marah, dan dengan bantuan "anak buah", Sulaiman mengangkat singgasana Balqis di depan tahtanya. Akhirnya Ratu menyerah dan mengabdi kepada Allah, sekaligus jadi permaisuri Sulaiman yang kaya.

Dari momen haul Nabi Hud tadi lalu para peziarah melanjutkan wisata rohaniah mereka ke lain-lain seperti ziarah ke Zambal, Masjid Habib Abdullah Al-Haddad di Hawi dan tak lupa ke rumah munshib, Habib Umar bin Hafidz. Juga mampir ke Ponpes (Pondok Pesantren) Dar al-Mustafa dan Ribat Tarim (Ponpes tertua). Ada juga yang kemudian melanjutkan perjalanan ke Mukalla (kota kecil dekat laut), di sini ada Universitas Al-Ahqaf yang dipimpin oleh Dr Abdullah Baharun, juga ada asy-Syihr, kota tempat para wali dan ulama juga. Bahkan ada yang mampir ke Sana'a dan Aden untuk sekedar menikmati pemandangan dengan nuansa sahara.Tim CN/mb/ft. Ist.

Tiada ulasan: